Peran bahasa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bukan
hanya sebagai alat untuk berkomunikasi dan bertukar pikiran, tetapi juga
sebagai media penggerak kemajuan suatu bangsa. Bangsa Indonesia dan bahasa
Indonesia merupakan satu kesatuan yang menjadi unsur berdirinya Negara Kesatuan
Republik Indonesia, sebagaimana yang tertuang dalam naskah “Sumpah Pemuda 1928”.
Lalu, sejauh mana syair indah Sumpah Pemuda itu masih menggema di lubuk hati
masyarakat Indonesia? Padahal, di dalamnya terdapat material-material pembentuk
berdirinya NKRI yang tidak boleh dilupakan. Salah satunya adalah bahasa
pemersatu, bahasa Indonesia yang menjadi identitas, kepribadian, dan jati diri
bangsa Indonesia. Identitas bukan hanya sekadar lambang, tetapi juga sebuah
makna terdalam dalam keutuhan suatu negara. Bahasa Indonesia yang bersih adalah
bahasa Indonesia yang baik dan benar, sehingga mampu berperan sebagai media
dalam pembentukan karakter bangsa yang berbudi dan berbudaya. Seperti halnya
yang diungkap para kaum relativisme, bahwa bahasa dapat memberikan dampak
terhadap aktivitas penuturnya. Bahasa diartikan sebagai media pembelajaran
dalam pembentukan karakter seseorang. Jika dalam konteks yang lebih luas lagi,
bahasa mampu membentuk karakter suatu bangsa, seperti ungkapan “bahasa
menentukan bangsa”. Hal ini menjadikan bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang
sangat penting sebagai alat komunikasi dalam berbagai ranah kehidupan di
Indonesia.
Beberapa hasil
survei publik mengindikasikan minimnya kosakata yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia. Ada ratusan ribu kosakata yang dimiliki bahasa Indonesia. Akan
tetapi, kosakata yang diketahui atau digunakan oleh kebanyakan orang Indonesia ternyata
sangat terbatas jumlahnya. Rata-rata orang Indonesia hanya mengetahui atau
menggunakan sekitar 2.000 sampai 10.000 kata saja. Jumlah tersebut kurang dari
2% total kata di dalam bahasa yang digunakannya. Padahal, kata-kata yang
digunakan seorang penutur akan berpengaruh terhadap efektivitas komunikasinya
dengan orang lain. Pilihan kata-kata yang digunakan memiliki kontribusi yang
besar bagi kesuksesan atau kegagalan dalam berkomunikasi. Mampu berbicara
dengan bahasa pendengar adalah kunci keberhasilan berbicara. Kekerasan dan
anarkisme adalah salah satu contoh kegagalan dalam berbahasa yang dimiliki
bangsa Indonesia. Keduanya merupakan budaya yang turut memperparah kondisi
sosial budaya Indonesia hingga berdampak pada melemahnya karakter bangsa.
Masyarakat menjadi sangat mudah tersulut emosinya, seperti perilaku para
demonstran yang membakar kendaraan, merusak gedung, serta berkata kasar dalam
berunjuk rasa. Mirisnya, perilaku tidak beradab tersebut dewasa ini tidak hanya
terjadi dalam kalangan masyarakat awam saja, tetapi sudah merambah di kalangan
mahasiswa. Pemahaman dan penggunaan bahasa
Indonesia di kalangan mahasiswa sudah mulai memudar, padahal ini adalah bahasa
nasional, bahasa pemersatu.
Fenomena tersebut dapat menjadi bukti nyata melemahnya karakter bangsa Indonesia.
Hal demikian tidak akan terjadi apabila masyarakat mengindahkan bahasa
Indonesia yang baik dan benar sebagai sarana untuk mengekspresikan pikiran dan
perasaan mereka.
Tidak sedikit orang
yang tinggal di negara Indonesia dan mengaku bangsa Indonesia enggan menggunakan
bahasa Indonesia yang bersih. Padahal, penggunaan bahasa Indonesia yang baik
dan benar melatih masyarakat untuk peduli: peduli terhadap kepribadian bangsa;
peduli terhadap keutuhan negara; peduli terhadap keberadaan negara Indonesia
dalam tatanan dunia Internasional. Bangsa Indonesia pun seharusnya tidak lupa
untuk kembali mengingat seberapa banyak persoalan yang dimiliki bangsa ini
karena kurangnya kepedulian terhadap apa yang menjadi hak miliknya sendiri.
Misalnya, kesenian reog ponorogo yang nasibnya berakhir diakui negara lain,
hilangnya dua pulau Indonesia yang akhirnya menjadi bagian dari negara Malaysia,
dan hingga kesenian wayang kulit yang menjadi salah satu kekayaan budaya bangsa
Indonesia pun ikut termasuk ke dalam lingkaran persoalan yang demikian. Ketika
kesenian wayang kulit yang katanya milik Indonesia sudah diakui oleh negara
lain, barulah bangsa Indonesia tergerak hatinya untuk peduli dan dengan kukuh
mempertahankan bahwa kesenian tersebut adalah miliknya. Selanjutnya pada lain
kesempatan, ketika kesenian wayang kulit diakui keberadaannya oleh UNESCO,
bangsa Indonesia dengan bangga mengaku bahwa kesenian tersebut milik Indonesia.
Sementara itu, di luar sana masih banyak dalang kesenian wayang kulit yang kesulitan
makan. Pendek kata, semua berawal dari rasa peduli dan tanggung jawab untuk bersama-sama
menjaganya.
Sastrawan dan
budayawan Indonesia Ajib Rosidi dalam Seminar Nasional Kebahasaan HIMA PBSI
UNY, Senin (27/2), mengungkapkan kekagumannya terhadap bapak pendiri negara
Indonesia, Soekarno-Hatta. Sebagai figur sentral negara Indonesia,
Soekarno-Hatta dalam menyampaikan pidatonya selalu menggunakan bahasa Indonesia
yang bersih, walaupun pada kenyataannya beliau telah mahir dalam berbahasa asing.
Pasalnya, kedua bapak pendiri negara Indonesia itu memiliki rasa bangga yang
tinggi terhadap bahasa nasionalnya. Mereka membuktikan bahwa bahasa nasionalnya
sudah modern dan cukup untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka, tanpa
harus menggunakan sisipan-sisipan bahasa asing agar lebih terlihat berbobot. “Seharusnya,
kenyataan yang demikian wajib diindahkan sehingga menjadi teladan bagi bangsa
Indonesia terutama bagi para sosok yang berdiri di panggung nasional,” jelas
Ajib.
Belakangan banyak
sosok panggung nasional yang melakukan perselingkuhan terhadap bahasa ibu.
Dikatakan perselingkuhan karena mereka mengasingkan bahasa Indonesia sebagai
bahasa ibu dan memberi peluang bagi bahasa asing untuk menggantikan posisi
bahasa ibu yang sejatinya harus melekat pada pribadi bangsa Indonesia. Bahkan,
petinggi yang paling tinggi pun tidak luput dari kenyataan yang demikian.
Pertanyaannya adalah, masihkah mereka memiliki karakter yang mendukung
terwujudnya cita-cita negara yang mereka banggakan tersebut?
Konsep yang harus
dimiliki bangsa Indonesia adalah bahasa Indonesia yang bersih mampu membentuk
karakter bangsa yang bersih pula. Penggunaan bahasa Indonesia yang bersih
adalah salah satu media pembelajaran yang sederhana untuk mempertahankan
keberadaan bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu nasional, bahasa milik bangsa
Indonesia sendiri. Dikatakan sederhana karena dapat dilakukan dengan
pembiasaan. Seharusnya bangsa Indonesia bangga berbahasa Indonesia. Dalam
kenyataannya, banyak mahasiswa asing yang tertarik datang ke Indonesia karena
ingin mempelajari bahasa Indonesia. Tidak sedikit pula pengajar-pengajar dari
Indonesia dikirim, bahkan diminta mengajar di negara lain. Apa kurangnya bahasa
Indonesia untuk dapat dibanggakan?
Betapa
mengagumkannya kekuatan sebuah bahasa jika pemiliknya mau menjaga sekaligus
mencintainya. Pada masa revolusi tahun 1945
misalnya, bahasa Indonesia memberikan peran yang luar biasa bagi para pejuang.
Sebuah bahasa yang digunakan pemimpin dalam mengungkapkan pidatonya mampu
membakar dada para pejuang Indonesia untuk mengangkat senjata, melawan bangsa
asing yang tidak pantas berkoar-koar di atas penderitaan rakyat Indonesia.
Dengan demikian, menjadi sangat jelas betapa bahasa mampu mengukuhkan bangsa
Indonesia menjadi karakter yang tangguh.
Berangkat dari
persoalan-persoalan tersebut, bangsa Indonesia yang terwadahi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia sudah
waktunya bangga terhadap bahasa nasionalnya sendiri, yaitu bahasa Indonesia. Bahasa
kebohongan wajib ditandingi dengan bahasa kejujuran. Bahasa kekerasan harus ditandingi
dengan bahasa kesantunan. Bahasa kesombongan mesti ditandingi dengan bahasa
kebijaksanaan. Generasi muda bangsa ini perlu didorong untuk memuliakan bahasa
sendiri. Bangsa Indonesia diharamkan untuk meremehkan kekuatan bahasa mereka
sendiri. Bahasa dapat menjadi kawan, dapat juga menjadi penghancur. Tinggal
bangsa ini mau memilih yang mana. Bukankah bukan hal yang memalukan jika suatu bangsa peduli, mempertahankan,
dan mencintai apa-apa yang sudah menjadi hak milik bangsa tersebut? Yang
memalukan adalah ketika suatu bangsa kehilangan jati dirinya sendiri. Jati diri
yang sejatinya mengandung makna terdalam untuk membentuk keutuhan suatu bangsa,
tidak pantas lepas dari tali persatuan negaranya. Cinta negara Indonesia, juga
berarti cinta bahasanya. Hal ini sudah merupakan konsistensi yang akan
menumbuhkembangkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang berkarakter cerdas,
tangguh, dan peduli sebagaimana yang dicita-citakan bangsa Indonesia dalam
pembukaan UUD’45. Bahasa yang akhirnya melahirkan bangsa yang besar ini, mutlak
mendapat apresiasi setinggi-tingginya dari setiap orang yang mengaku bangsa
Indonesia. Jadi, berbahasa Indonesia-lah dan berkarakter-lah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar